Keadaban Bermedia Sosial Perspektif Pancasila
Oleh: Beta Firmansyah
Dunia sudah tidak baru lagi memasuki dunia digital. Dengan dunia digital, semua bisa terkoneksi mulai dari sabang sampai merauke bahkan pelosok Garut dengan New York. Beberapa menit kejadian yang terjadi di New York sudah dapat diketahui oleh orang-orang yang sedang ngopi santai di kaki gunung yang berada di Garut. Inilah transformasi dunia saat ini.
Tak dipungkiri juga, perubahan ini memberikan dampak positif dan negatif. Karena internet, barang yang dijual di Ibu Kota Jakarta bisa dibeli oleh orang Garut. Begitupun sebaliknya, kopi yang dipanen di Garut bisa dibeli oleh mereka yang berada di Ibu Kota. Begitupun pelajar sudah mampu mengakses berbagai materi pembelajaran yang bertebaran di internet. Tidak hanya itu, orang sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan jarak untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi melalui media sosial. Inilah dampak positif dari internet.
Selain dampak positif di atas, internet terutama media sosial memiliki dampak negatif yang tidak sedikit. Berbagai pelanggaran terjadi di media sosial. Di antara pelanggaran yang terjadi di antaranya mencari sensasi, penyebaran fitnah, perkataan amoral, kabar bohong (hoax), bullying, body shaming dan lain sebagainya. Mirisnya lagi, ini dikontraskan dengan sifat asli orang Indonesia sendiri yang memiliki budi luhur, sopan-santun, bijak dan beradab. Sehingga keadaban orang Indonesia mulai dipertanyakan. Dari deskripsi di atas, perlu kiranya kita merenung kembali sifat asli orang Indonesia yang beradab dengan perilaku bermedia sosial kita hari ini.
Prinsip keadaban orang Indonesia merujuk pada pancasila sebagai ideologi bangsa yang seharusnya menjadi prinsip dan panduan hidup orang Indonesia termasuk dalam bermedia sosial. Pancasila harus menjadi prinsip keadaban bermedia sosial bangsa Indonesia. Sila pertama misalnya, Ketuahanan yang Maha Esa. Nilai utama dari prinsip ini adalah prinsip ketuhanan. Artinya, dalam bermedia sosial seharusnya kita menebarkan cinta kasih, saling menghormati perbedaan kepercayaan, tidak mencela dan merendahkan simbol-simbol agama. Dari prinsip ini sudah seharusnya, kasus merendahkan simbol-simbol agama di media sosial tidak terjadi lagi.
Sila kedua, kemanusian yang adil dan beradab. Nilai utama dari sila ini adalah keadilan dan keadaban dalam kemanusiaan. Artinya, dalam bermedia sosial seharusnya kita merawat kesetaraan, memberlakukan orang lain dengan adil dan manusiawi di ruang publik. Dan seharusnya sudah tidak ada lagi kasus caci-maki di media sosial, body shaming, mencela kelompok lain, dan lain sebagainya yang merendahkan kemanusiaan.
Sila ketiga, persatuan Indonesia. Nilai utama dari prinsip ini adalah persatuan atau harmoni. Artinya, dalam bermedia sosial kita harus selalu mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi atau golongan di ruang publik. Dengan prinsip ini, seharusnya orang Indonesia tidak ada lagi yang men-share dan broadcast hal-hal yang akan memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Dan musuh paling nyata saat ini bagi bangsa Indonesia termasuk seluruh dunia yaitu hoax. Berita bohong atau hoax sudah sangat masif menyebar dan membanjiri media sosial kita. maka dari itu, kita harus menyaring sebelum men-sharing setiap informasi yang akan memecah belah bangsa Indonesia.
Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Prinsip utama dari sila ini adalah demokrasi. Artinya, dalam bermedia sosial kita harus memberikan kesempatan setiap orang untuk bebas berekspresi dan berpendapat di ruang digital. Kita harus menghargai pendapat dan ekspresi setiap warga digital selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan undang-undang yang sudah ditentukan.
Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip utama dari sila ini adalah gotong royong. Artinya, kita harus bersama-sama membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna. Sudah seharusnya di ruang digital kita menyudahi hoax, bullying, body shaming, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang mencederai keadaban bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita menjadikan prinsip-prinsip pancasila sebagai tuntutan dan aturan kita dalam bermedia sosial.
Sudah saatnya pula kita menjauhi konten-konten yang memulai konflik, bersikap terlalu ekstreme, mengejek dan mencaci maki orang lain, mengejek simbol-simbol bangsa dan agama. Sudah saatnya pula kita mengembalikan keadaban bangsa Indonesia terutama dalam bermedia sosial.[]